|
Pangcalikan |
Di
Desa Sukaresik, Kecamatan Cikoneng terdapat semacam hutan lindung yang di
dalamnya terdapat objek peninggalan purbakala yang oleh masyarakat setempat
dinamakan pangcalikan. Lahan seluas sekitar 7 hektar ini kondisi geografisnya
berupa perbukitan. Untuk mencapai lokasi ini setelah memasuki kawasan hutan
lindung harus melalui jalan setapak berbatu yang menanjak.
Pada
kompleks situs Pangcalikan Gunung Padang terdapat objek berupa bangunan
berundak, makam, dan kolam. Bangunan berundak di Gunung Padang terpusat pada
batu datar yang disebut pangcalikan. Batu ini berada di dalam bangunan semacam
cungkup yang dibangun pada 1999 oleh kerabat juru pelihara. Bangunan cungkup
menghadap ke arah selatan berukuran 4,42 x 4,62 m berdiri pada lahan yang lebih
tinggi dari sekitarnya. Lahan tersebut dibatasi dengan benteng talud batu
dengan ukuran panjang 11,76 m dan lebar 12,80 m. Batu pangcalikan terdiri dua
bongkah. Batu yang besar berukuran panjang 114 cm, lebar 69 cm, dan tebal 14 m.
Sedang batu yang lebih kecil berukuran panjang 45 cm, lebar 28 cm, dan tebal 10
cm. Di sebelah selatan pangcalikan terdapat enam batu tegak dan di sebelah
utara terdapat satu batu tegak. Di sebelah utara (belakang) bangunan cungkup
terdapat hamparan batu yang bentuk dan ukurannya bervariasi. Jarak dari batas
benteng talud ke hamparan batu adalah 3,53 m .
Di
sebelah utara bangunan terdapat makam. Makam ditandai dengan nisan berukuran
tinggi 44 cm, lebar 25 cm dan tebal 16 cm. Jarak antara makam dengan benteng
talud batu 4,85 m.
Di
Situs Gunung Padang terdapat 1 kolam yang disebut cikahuripan dan 3 sumur
kecil sebagai sumber mata air. Kolam dan sumur kecil terletak di sebelah utara
halaman inti. Kolam Cikahurupan berukuran panjang 4.80 m dan lebar 3.70 cm. Di
sebelah utara kolam cikahuripan berjarak ± 4.90 m terdapat tiga sumur kecil
sebagai sumber mata yang mengalir ke kolam kahuripan melalui bawah tanah.
Situs Pangcalikan Gunung Padang
dikaitkan dengan Kerajaan Galuh. Diceritakan bahwa Sri Maharaja Adi Mulya
adalah seorang raja dari kerjaan Galuh. Pada waktu ia memerintah sangat
disegani rakyatnya. Beliau mempunyai dua orang istri yang pertama bernama Naga
Ningrum berputra Ciung Wanara dan yang kedua Dewi Pangrengep yang berputra
Hariang Banga. Sementara beliau memerintah dibantu oleh seorang patih bernama
Aria Kebonan dan seorang longser. Aria Kebonan adalah seorang patih yang cukup
cakap sehingga segala perintah raja dapat dilaksanakan dengan baik. Pada suatu
hari dalam hati kecil Patih berkeinginan menjadi raja. Keinginan ini kian
menjadi sehingga dengan sekuat tenaga Kerajaan Galuh dapat direbutnya. Raja Sri
Maharaja Adi Mulya merasa tersingkir dan akhirnya beliau pergi ke sebelah barat
bermaksud mengasingkan diri dan bertapa di sebuah tempat dan menyamar dengan
mengganti nama menjadi Ki Hajar Sukaresi. Ada yang mengatakan untuk
menghilangkan jejaknya sampai dua badan kasarnya juga dirubah menjadi ular yang
sangat besar yang bernama Naga Wiru. Setelah bertapa, dengan dibantu oleh Giri
Dawang, beliau berniat untuk merebut kembali tahta Kerjaan Galuh. Setelah
kerajaan dapat direbut kembali kerajan itu diserahkan kepada putranya yaitu
Ciung Wanara di sebelah barat dan Hariang Banga di sebelah timur. Tempat ketika
bertapa dan menyusun kekuatan inilah bernama Gunung Padang yang sampai
sekarang masih bisa dilihat menjadi tempat berjiarah yang banyak
dikunjungi.
Situs
Pangcalikan Gunung Padang merupakan peninggalan purbakala yang berhubungan
dengan bentuk sistem religi masyarakat masa lampau. Pengembangan untuk sektor pariwisata
sebaiknya memperhatikan faktor lingkungan dan makna simbolis yang berkaitan
dengan religi masa lampau. Jalan setapak berbatu menuju kompleks situs perlu
dipertahankan agar tidak menghilangkan makna simbolis nilai-nilai budaya luhur.
Lokasi: Jl. Achmad Dahlan, lingkungan Rancapetir, Kelurahan Linggasari,
Kecamatan Cikoneng.