Rabu, 02 April 2014

BATIK CIAMISAN



DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

KAB.CIAMIS
BATIK CIAMISAN
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.[1]
 
Kota Ciamis terletak bersebelahan dengan kota Tasikmalaya, di daerah Jawa Barat. Sebagai pewaris Kerajaan Galuh, kota Ciamis mendapat julukan Kota Manis. Kota Ciamis menjadi kota yang melanjutkan kharisma Kejayaan Galuh yang dikenal aman, damai, subur, dan Agamis. Tak banyak yang tahu jika kota ini dulunya memiliki industri batik yang maju pesat. Ciamis memiliki tradisi turun-temurun dalam sejarah kerajinan batik. Ada yang menyebutnya sudah ada sejak Kerajaan Galuh berjaya, sejak beberapa abad silam. Kota ini memiliki corak batik yang khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Sumber lain menyebutkan, batik mulai dikenal di daerah Ciamis pasca perang Diponegoro pada abad ke- 19. Pada saat itu, banyak pengikut Pangeran Diponegoro yang meninggalkan Yogyakarta dan menuju ke barat, Ciamis merupakan salah satu kota yang dituju. Di Ciamis, para pendatang tersebut mulai menetap dan mereka yang ahli batik pun mulai menggiatkan lagi pembatikan sebagai pekerjaan sehari-hari. Sehingga banyak motif yang dihasilkan merupakan campuran dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta
Awal abad ke-20 pembatikan di Ciamis berkembang sedikit demi sedikit, dari kebutuhan sendiri menjadi produksi pasaran. Masa keemasan batik Ciamis berlangsung pada era tahun 1960-an hingga awal 1980-an. Batik Ciamis mampu bersaing diantara dominasi tradisi batik Solo, Yogyakarta, maupun Pekalongan. Namun, sejak tahun 80-an keberadaan batik Ciamis mengalami kemunduran karena berbagai dampak perubahan ekonomi yang tidak menguntungkan para pengrajin batik di Ciamis. Terlebih setelah terjadi letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982 yang menyebabkan matahari nyaris tak terlihat selama setahun lantaran debu vulkanik yang tak hentinya menyembur. Para perajin tak bisa menjemur hasil batik produksinya karena tidak adanya cahaya matahari. Puncaknya terjadi saat krisis moneter pada tahun 1997 yang menghentikan hampir seluruh kegiatan membatik di Ciamis.
Batik Ciamis awalnya hanya memiliki dua warna saja, yaitu warna coklat soga dan hitam dengan dasar putih. Hal tersebut karena awalnya Batik Ciamis banyak terpengaruh dengan Batik Pedalaman. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan pewarnanya pewarnanya dibuat dari pohon seperti mengkudu, pohon tom, dan sebagainya. Namun seiring perkembangan, Batik Ciamis tampil dengan aneka warna karena pengaruh Batik Pesisiran.


Motif batik di daerah Ciamis antara lain Sulur Anggrek, rereng lasem, parang sontak, rereng seno, rereng sintung ageung, kopi pecah, lepaan, rereng parang rusak, rereng adu manis, kumeli, rereng parang alit, rereng useup, rereng jenggot, rereng peuteuy papangkah

1.Batik Ciamisan Motif Cupat Manggu



Kesederhanaan corak batik Ciamis tidak lepas dari sejarah keberadaannya yang banyak dipengaruhi daerah lain seperti ragam hias pesisiran dari Tasikmalaya, Garut, Indramayu dan Cirebon. Selain itu, pengaruh batik pedalaman, seperti dari Solo dan Yogyakarta juga turut andil dalam membentuk karakter warna dan komposisi motif batik Ciamisan. Pengaruh dari wilayah pesisir dan pedalaman yang berpadu dengan nilai-nilai budaya Sunda dan kehidupan sosial sehari-hari masyarakat Ciamis melahirkan ragam motif Batik Ciamisan yang sesuai dengan gaya dan selera masyarakat setempat, bersahaja tetapi elegant. Motif yang tidak terlalu ramai namun tetap terlihat elegan sehingga Batik Ciamisan sering disebut sebagai Batik Sarian. Motif Ciamis tampil sebagai kain yang kalem, sesuai dengan jiwa masyarakat Ciamis yang tenang dan tidak bergejolak.
2.Batik Motif Ciamisan

Kesahajaan merupakan ciri khas batik ciamis. Warna hitam, putih, dipadu coklat kekuningan, begitu menonjol pada motif batik daerah ini. Ragam hias batik ciamisan bernuansa naturalistik, banyak menggambarkan flora dan fauna serta lingkungan alam sekitar.
Kesederhanaan corak batik ciamis tak lepas dari sejarah keberadaannya yang banyak dipengaruhi daerah lain, seperti ragam hias pesisiran dari Indramayu dan Cirebon. Selain itu, pengaruh batik nonpesisiran, seperti dari Solo dan Yogyakarta, tak kalah dominan.
Pengaruh dari wilayah pesisir dan nonpesisir yang berpadu dengan nilai-nilai budaya Sunda dan kehidupan sosial sehari-hari masyarakat Ciamis melahirkan ragam motif batik ciamisan yang sesuai dengan gaya dan selera masyarakat setempat, bersahaja tetapi elegan.

3.Batik Ciamis Motif Lepaan Kembang

Batik Ciamis motif rereng eneng biasanya digunakan sebagai atasan atau baju, sedangkan rereng seno dipakai sebagai kain bawahan. Ciri khas gambar batik Ciamis antara lain tanaman daun rente dan tanaman daun kelapa. Tanaman daun rente adalah tanaman yang tumbuh di kolam-kolam penduduk yang ada di Ciamis. Batik motif daun rente atau daun kelapa menjadi inspirasi bagi perajin batik untuk dijadikan motif batik.

4.Batik Ciamisan Motif Parang Sontak



Batik Ciamis berbeda dengan batik dari daerah lain. Corak batik Ciamis tidak telalu ramai dan rumit. Motif batik Ciamis yang sering disebut Ciamisan, memiliki karakter sederhana. Ragam hias batik Ciamisan bernuansa naturalistik, banyak menggambarkan flora dan fauna serta lingkungan alam sekitar. Motif alam sekitar yang banyak dijumpai dalam batik ciamisan adalah rereng atau lereng. Motif yang menggambarkan tebing miring ini dipengaruhi motif parang pada batik Jawa Tengah. Motif lain adalah kumali, berupa empat bentuk yang mengelilingi pusat, dan cupat manggu, motif geometris bergambar buah manggis.

4.Batik Ciamis (pengaruh batik pedalaman)
Industri Batik Ciamisan bukan hanya tentang mencari keuntungan, namun lebih dari itu, ada upaya pelestarian budaya dan identitas daerah. Siapa lagi yang mau mencintai batik Ciamis jika bukan warganya sendiri?
Sekarang Batik Ciamisan kembali dibangkitkan. Namun apalah artinya itu jika tidak ada apresiasi dan kontribusi masyarakatnya dalam pengembangan Batik Ciamisan ini. Motivasi terbesar adalah dengan kenyataan bahwa akan ada perdagangan bebas 2015 kelak, dimana industri dari belahan dunia manapun bisa bebas masuk dan menjadi bagian dari industri negeri ini. Tanpa persiapan yang matang, maka industri asli negeri ini akan kalah dan tergantikan oleh industri asing.


Rabu, 05 Maret 2014

OBJEK WISATA DAN BUDAYA KARAMAT KUNING LAKBOK CIAMIS


OBJEK WISATA BUDAYA KARAMAT KUNING LAKBOK CIAMIS
 
Peninggalan arkeologik dari masa klasik lainnya adalah beberapa benda di Keramat Kuning Lakbok. Situs ini berada di Desa Sukanegara, Kecamatan Lakbok tepatnya pada koordinat 7º24’07,6” LS 108º39’22,1” BT. Secara geografis wilayah ini berada di daerah dataran rendah dengan ketinggian 26 m di atas permukaan laut. Benda-benda arkeologis disimpan di dalam bangunan cungkup berukuran 3 x 4 m yang berada di kebun penduduk. 

Beberapa benda yang tersimpan di bangunan cungkup tersebut dahulu berasal di tanah lapang. Atas inisiatif penduduk lalu dikumpulkan di bangunan cungkup. Kebanyakan tinggalan arkeologis dalam kondisi rusak. Menurut keterangan pengrusakan ini terjadi pada sekitar tahun 1965.

Benda arkeologis yang ada terdiri 6 benda (kode LKB 1 – 6). LKB 1 berupa fragmen yoni bagian atas berdenah bujur sangkar. Pada salah satu sisi terdapat tonjolan. Di bagian atas tengah terdapat lubang. Di permukaan bagian atas batu terdapat pelipit, sedangkan sisi batu berbentuk sisi genta. Keadaan sekarang salah satu sudutnya telah hilang. LKB 2 berupa lingga. Penampang lintang terbagi tiga bagian yaitu bagian bawah berbentuk segi empat, tengah berbentuk segi delapan, dan bagian atas bulat. LKB 3 berupa arca manusia dengan badan ramping. Bagian kepala dan tangan hilang. Kaki hanya tersisa sebelah kiri sebatas lutut, sedangkan kaki kanan hilang. Arca digambarkan duduk di atas lapik berbentuk balok. Di bagian belakang arca terdapat sandaran. LKB 4 berupa fragmen yoni bagian bawah, sisi bawah bertingkat-tingkat makin ke atas makin menyempit. LKB 5 berupa arca sapi yang sedang duduk dengan kondisi sangat aus, sehingga goresan yang ada sudah sangat tipis. Penggambaran sapi disini hanya separo bagian depan saja. Sedangkan bagian perut belakang dan kaki belakang tidak ada. Pada bagian samping kiri terdapat goresan yang menggambarkan kaki depan yang dilipat ke belakang. Sedangkan pada  bagian samping kanan polos. Muka arca sudah sudah tidak jelas lagi, tapi masih terlihat bagian menonjol yang merupakan moncongnya. LKB 6 berupa sebongkah batu berdenah bujur sangkar. Pada bagian permukaan atas batu ini terdapat bagian yang menonjol. Di samping bagian tengah batu terdapat lekukan mengelilingi badan batu.

Untuk sementara ini benda-benda tersebut belum mendapat perhatian masyarakat. Usaha masyarakat menyelamatkannya di bangunan cungkup merupakan langkah tepat untuk melestarikannya. Dengan adanya benda-benda tersebut menunjukkan bahwa pada masa lampau masyarakat di sekitar Lakbok sudah berperadaban tinggi.
- See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=128&lang=id#sthash.5nMXDCJy.dpuf